Bukan Waktu yang Tepat untuk Menulis: Oktober dan Segala Ke-hdbgwtefdwtd-annya
Hai. Kalian pernah merasa apa-apa (gelisah, rapuh, mudah sedih, dll), padahal nggak lagi ada apa-apa?
Maksudnya, nggak ada major event yang baru terjadi gitu. Tapi rasanya... sedih aja. Dan gelisah. Dan... longing (gue masih nggak tau istilah bahasa Indonesianya) buat sesuatu yang nggak jelas. Kayak kesepian, padahal lagi sibuk banget, dan talking with my loved ones didn't help.Rasanya kayak... gue ada di ambang awan gelap lagi. Bukan di ambang lo-sentil-gue-gue-langsung-pengen-mati, lebih ke... lo tau lo sebentar lagi lo akan masuk fase lo-sentil-gue-gue-langsung-pengen-mati kalo nggak hati-hati. It's only an-almost feeling of depression, kayak zaman akhir 2019. I guess from now on I'd name this pre-depression. Belum terjadi, tapi terasa sangat dekat, entah karena saking burned-outnya gue, atau saking gue kesepiannya.
Aneh, deh. Gue bukan orang yang gampang merasa kesepian, soalnya. Sebagai anak tunggal yang ortunya kerja dari kecil, gue sudah sangat mengenal dan terbiasa dengan diri gue sampe gue jaraaaang banget merasa kesepian hanya karena nggak ketemu orang terlalu lama. Biasanya, gue cukup kenal diri gue untuk tahu apa yang harus gue lakukan biar nggak bosen, and I am enough to entertain myself.
Tapi belakangan ini nggak. Nggak ngerti karena tahun ini emang fucked up banget (sejak Maret gue baru ketemu temen gue 3 kali, Nafisa, Widi, dan Gina-Bastian) sehingga gue butuh social-charging untuk memenuhi persyaratan manusia-adalah-makhluk-sosial, atau semester lima bener-bener jkwchrjcnb, atau gue... craving for affection OH NOOOO.
Well, soal alasan terakhir, craving for affection ini, gue emang udah lama nggak bicara lagi sama satu orang yang bia dibilang cukup penting sih. I miss him a lot, sebenernya, tapi dari kita nggak bicara sampe sekarang, mungkin 3 minggu jedanya, gue bener-bener sibuk mampus, mulai dari akademis yang hbchbwh, CENS yang wbdywvxiqdvc dan agak membuat sedih, belum lagi gue juga abis mengonfrontasi teman sepermainan yang berakhir dengan kami nggak lagi berbicara. Alias, banyak kejadian yang terjadi di hidup gue sampe itu cukup mendistraksi, tapi begitu distraksinya nggak mempan lagi (bukan hilang, karena gue masih semester 5, masih sibuk CENS, dan masih nggak ngomong sama kawan sepermainan ini), pas rasa kangen dan kehilangannya datang, malah makin parah.
Ditambah perasaan kalau... I'm not supposed to be here. Dalam arti, gue bisa 14 jam di depan laptop setiap harinya, keluar kamar hanya untuk makan dan mandi. YANG ADALAH NGGAK WAJAR UNTUK DILAKUKAN MANUSIA 20 TAHUN.
Jadinya, I feel like I'm missing the important aspects of my youth, sesuatu yang akan gue selali di kemudian hari, tapi gak bisa gue apa-apain juga saking sibuknya. Gue seharusnya bisa ketemu dan bersenang-senang sama temen-temen, jalan-jalan di luar, mencoba hal baru, melakukan hobi gue (yang omong-omong udah nggak gue sentuh berbulan-bulan), tapi... nggak. Gue setiap hari kelas, nugas, belajar, udah. Kalau ada waktu kosong, gue lebih pilih buat baringan, bahkan bukan tidur juga, karena kalau gue mau tidur pasti ada periode nggak megang hp, dan gue selalu sedih kalo pikirian gue nggak terdistraksi dengan baca reddit atau nonton video tiktok.
Intinya, gue merasa kesepian dan burned out, sekaligus missing on things, tapi nggak bisa diapa-apain karena kalo nggak, gue nggak lulus kuliah. Atau kena corona. Bangsat.
Comments
Post a Comment