#SatuHatiuntukAhok
Hai.
Gue tahu gue udah lammMaaaAAaaAa banget nggak nulis. Tapi gue nggak mau bacot soal itu, bahkan update kehidupan peraudan gue.
Bahkan nggak ada meme pembuka.
Sebelumnya, saya mau minta maaf sama semua perkatan saya di post ini, baik apa yang saya maksudkan, maupun apa yang Anda sekalian tangkap. Sumber informasi say nggak banyak, dan maaf juga bilanggak akurat. Lagipula, saya sama sekali nggak mau menyinggung agama manapun. Sama sekali nggak.
(soalnya takut didemo buat dihukum mati)
(triggered) (triggered ga?) (hehe)
Oh, ya. Kalau ada yang mau menyatakan ketidaksetujuan atau sekadar pendapat, bisa dikirim lewat kolom komen kok. (tapi plis jangan tubir) (blog ini suci) (jangan nodai). Let's get to the serious part of this post!
Seperti yang kita sama-sama sudah tahu, Jumat tanggal 4 November ini akan terjadi demo besar-besaran untuk "menghukum" gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama—atau yang biasa kita sebut sebagai Ahok, karena tuduhan penistaan agama lewat video (palsu) yang belakangan ini viral. Video inilah yang menjadi landasan dari demo yang akan terjadi tiga hari lagi tersebut. (stay safe, people)
Dalam demo tersebut, akan dinyatakan pendapat beberapa kaum atau kelompok (yang, entah benar entah buatan) untuk menghukum Ahok, bahkan memvonis hukuman mati kepada beliau. Padahal, video singkat tersebut sudah terbukti "video editan", kok, karena memang ada beberapa bagian dari video itu yang dipangkas.
Ahok sendiri, menyatakan bahwa beliau sudah siap dengan apapun hasil akhirnya. (Toh, memang beliau sendiri yang menyerahkan dirinya kepada Kabareskrim untuk diperiksa). Tapi, lebih dari mengemukakan fakta yang sudah ada, saya berusaha mengira-ngira perasaan gubernur kita itu saat ini.
Apa Bapak Ahok dapat berbicara kepada keluarganya seyakin dia berbicara di depan publik? Apa beliau pernah memandang keluar jendela saat malam menyambut dan pagi menyingsing, mengira-ngira apakah ini pagi-pagi dan malam-malam terakhirnya di dunia, yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari sebelah tangan?
Apa Pak Ahok sudah diam-diam menulis wasiat—bukan mengenai warisan, tapi mengenai seberapa dalam ia menyayangi keluarganya dan seberapa besar ia berharap keluarganya bisa bangkit setelah... apapun yang terjadi padanya dalam hitungan hari? Apa beliau sanggup menatap rekan-rekannya, bawahan-bawahannya dengan kesadaran penuh bahwa mungkin hanya dalam waktu seminggu, mereka akan dipimpin orang baru dan meja kerjanya akan diduduki gubernur barunya?
Apakah mudah bagi beliau, untuk—mungkin—berjalan-jalan keliling Jakarta, melihat proyek-proyeknya yang setengah jadi, cetak biru-cetak biru pembangunan bangsa, mimpi-mimpi yang belum pernah dituangkan—
Meski Ahok yakin dan siap dengan segala hasilnya (karena hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan, all hail Rasul Paulus), kekalahannya nanti yang mungkin terjadi ini tidak hanya akan berdampak pada dirinya dan keluarganya, tapi seluruh provinsi yang ia tinggalkan sebelum purnatugasnya di periode ini. Presiden kita, Bapak Joko Widodo pun sudah mulai melakukan pendekatan-pendekatan yang tidak hanya memuluskan jalannya ke Pemilu 2019 nanti, tapi juga untuk "menyelamatkan" Ahok.
Selain "mengunjungi" Prabowo, rivalnya yang membuat banyak mulut-mulut berkoar bahwa ia telah mengalah, Jokowi pun telah mendatangi Menkopulhukam, TNI, Polri, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk "menyelamatkan" Ahok.
Sebagai presiden, tentu banyak yang bisa Jokowi lakukan untuk menekan perpecahan yang terjadi. Tapi, sebanyak apapun kaum atau kelompok yang bisa beliau sosialisasikan, nggak ada salahnya kita ikut menolong Ahok.
Dengan segala keterbatasan saya dan orang-orang di sekitar saya, dengan status yang boleh jadi hanya pantas dipandang sebelah mata, mari dengan tulus hati kita doakan Ahok. Bersama-sama. Dengan tangan terlipat, dengan tangan tengadah, di pura dan di vihara.
Karena, kemenangan Ahok kali ini bukan perkara agama atau ras. Kemenangan Ahok kali ini adalah kemenangan melawan bigot, kemenangan hati rakyat, kemenangan atas nama persatuan, kemenangan yang menyatakan bahwa Indonesia memang beragam, plural, begitu adanya dan tiadalah boleh diganggu gugat.
Kemenangan Ahok—yang akan dicapai melalui segala aparat dan oknum yang bahu membahu, melalui kerendahan hati Pak Jokowi, melalui lantunan doa kita di depan altar tempat ibadah masing-masing—bukanlah sekadar batu loncatan untuk pilkada DKI Februari nanti. Kemenangan ini adalah kemenangan melawan suatu paham, kemenangan air melawan api, kemenangan kejujuran di atas korupsi, kemenangan demokrasi. Kemenangan atas mereka yang ignoran, kemenangan dalam wujud terbukanya pikiran, kemenangan kebenaran.
Salam!
(p.s: bagi kalian-kalian yang berada di Jakarta dari tanggal 1 hingga tanggal empat nanti, berhati-hati, ya!)
Gue tahu gue udah lammMaaaAAaaAa banget nggak nulis. Tapi gue nggak mau bacot soal itu, bahkan update kehidupan peraudan gue.
Bahkan nggak ada meme pembuka.
![]() |
Nggak deng. (tapi bukan itu intinya) |
(
(
Oh, ya. Kalau ada yang mau menyatakan ketidaksetujuan atau sekadar pendapat, bisa dikirim lewat kolom komen kok. (tapi plis jangan tubir) (blog ini suci) (jangan nodai). Let's get to the serious part of this post!
Seperti yang kita sama-sama sudah tahu, Jumat tanggal 4 November ini akan terjadi demo besar-besaran untuk "menghukum" gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama—atau yang biasa kita sebut sebagai Ahok, karena tuduhan penistaan agama lewat video (palsu) yang belakangan ini viral. Video inilah yang menjadi landasan dari demo yang akan terjadi tiga hari lagi tersebut. (stay safe, people)
Dalam demo tersebut, akan dinyatakan pendapat beberapa kaum atau kelompok (yang, entah benar entah buatan) untuk menghukum Ahok, bahkan memvonis hukuman mati kepada beliau. Padahal, video singkat tersebut sudah terbukti "video editan", kok, karena memang ada beberapa bagian dari video itu yang dipangkas.
Ahok sendiri, menyatakan bahwa beliau sudah siap dengan apapun hasil akhirnya. (Toh, memang beliau sendiri yang menyerahkan dirinya kepada Kabareskrim untuk diperiksa). Tapi, lebih dari mengemukakan fakta yang sudah ada, saya berusaha mengira-ngira perasaan gubernur kita itu saat ini.
Apa Bapak Ahok dapat berbicara kepada keluarganya seyakin dia berbicara di depan publik? Apa beliau pernah memandang keluar jendela saat malam menyambut dan pagi menyingsing, mengira-ngira apakah ini pagi-pagi dan malam-malam terakhirnya di dunia, yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari sebelah tangan?
Apa Pak Ahok sudah diam-diam menulis wasiat—bukan mengenai warisan, tapi mengenai seberapa dalam ia menyayangi keluarganya dan seberapa besar ia berharap keluarganya bisa bangkit setelah... apapun yang terjadi padanya dalam hitungan hari? Apa beliau sanggup menatap rekan-rekannya, bawahan-bawahannya dengan kesadaran penuh bahwa mungkin hanya dalam waktu seminggu, mereka akan dipimpin orang baru dan meja kerjanya akan diduduki gubernur barunya?
Apakah mudah bagi beliau, untuk—mungkin—berjalan-jalan keliling Jakarta, melihat proyek-proyeknya yang setengah jadi, cetak biru-cetak biru pembangunan bangsa, mimpi-mimpi yang belum pernah dituangkan—
![]() |
Tuhanku, aku mau doa puasa buat Pak Ahok rasanya. |
Selain "mengunjungi" Prabowo, rivalnya yang membuat banyak mulut-mulut berkoar bahwa ia telah mengalah, Jokowi pun telah mendatangi Menkopulhukam, TNI, Polri, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk "menyelamatkan" Ahok.
Sebagai presiden, tentu banyak yang bisa Jokowi lakukan untuk menekan perpecahan yang terjadi. Tapi, sebanyak apapun kaum atau kelompok yang bisa beliau sosialisasikan, nggak ada salahnya kita ikut menolong Ahok.
Dengan segala keterbatasan saya dan orang-orang di sekitar saya, dengan status yang boleh jadi hanya pantas dipandang sebelah mata, mari dengan tulus hati kita doakan Ahok. Bersama-sama. Dengan tangan terlipat, dengan tangan tengadah, di pura dan di vihara.
Karena, kemenangan Ahok kali ini bukan perkara agama atau ras. Kemenangan Ahok kali ini adalah kemenangan melawan bigot, kemenangan hati rakyat, kemenangan atas nama persatuan, kemenangan yang menyatakan bahwa Indonesia memang beragam, plural, begitu adanya dan tiadalah boleh diganggu gugat.
Kemenangan Ahok—yang akan dicapai melalui segala aparat dan oknum yang bahu membahu, melalui kerendahan hati Pak Jokowi, melalui lantunan doa kita di depan altar tempat ibadah masing-masing—bukanlah sekadar batu loncatan untuk pilkada DKI Februari nanti. Kemenangan ini adalah kemenangan melawan suatu paham, kemenangan air melawan api, kemenangan kejujuran di atas korupsi, kemenangan demokrasi. Kemenangan atas mereka yang ignoran, kemenangan dalam wujud terbukanya pikiran, kemenangan kebenaran.
Salam!
(p.s: bagi kalian-kalian yang berada di Jakarta dari tanggal 1 hingga tanggal empat nanti, berhati-hati, ya!)
I like ur blog! Keep writing <3
ReplyDelete