Jaring Bala-bala

Halo, selamat hari Selasa! Kembali lagi dengan Jemi dan semua bala-balanya!

(bagi yang tidak tahu, bala = sial. Sepakat? Sepakat.)

Kalau kalian mengikuti blog gue yang sebelum-sebelumnya, kalian mungkin udah updated bahwaa sekarang aku sudah bukan siswi lagi, gaes. Sekarang, gue adalah mahasiswi di Universitas Indonesia, Fakultas Teknik, jurusan Teknik Sipil.

(bukan, bukan yang bakal jadi pegawai negeri sipil, Om. Simpan pertanyaan Om Tante untuk lebaran berikutnya, ya)

Nah, di sini, karena masih semester satu, pelajarannya belum bikin meninggal (sebenernya gue udah meninggal di kalkulus, tapi kata katingnya sans dulu aja. Belum ketemu Statik, Analisis Struktur, sama Mekanika Fluida. Siap, Kak). Yang bikin meninggal sih mabimnya. Mabim atau masa bimbingan adalah metode yang digunakan oleh senior-senior supaya kami para maba bisa mencapai tujuh sifat dan lima nilai.

Atau tujuh nilai dan lima sifat. Atau malah bukan itu? Gatau deh.

Yang gue senangi dari mabim di sini, semua ada esensinya *cough* tidak seperti tujuh puluh dan peragitannya *cough* dan meskipun banyak yang bisa dipetik nanti, sejak sekarang pun banyak yang udah bisa keliatan manfaatnya. Nah, kalau kita dirasa sudah cukup menerima nilai-nilai dan sifat-sifat yang gue tidak bisa hafal tadi, luluslah kita dengan predikat IKM aktif FTUI 2018! Baru deh bisa terjun di segala organisasi di FT yang memang banyak banget dan bermanfaat banget itu.

Tapi di sini gue bukan mau cerita tentang itu. Gue mau cerita tentang kebalaan gue di saat gue lagi dituntut untuk nongkrong dari selesai kelas sampe tengah malem untuk tukar wawasan sama senior.

Sekitar lima hari yang lalu, gigi gue yang paling belakang tumbuh. Sakitnya luar biasa dan gusi gue bengkak sampe gue skip makan nasi dua hari. Ngga, ngga bisa pake obat penahan rasa sakit, mon maap, gue alergi semuanya. Bener-bener sesemuanya itu, dari ponstan, parasetamol, ketasse, ibuprofen, you name it.

Nah, ternyata, gue juga baru tahu beberapa bulan belakangan ini bahwa gue terlahir dengan penyakit asam lambung yang cukup parah. Hal ini diperparah ketika gue nggak makan nasi dua hari. Hasilnya? Ulu hati gue sakit luar biasa, menjalar sampe ke punggung dan gue sesek nafas. Padahal, di saat yang sama gue, gue juga demam dan flu karena beberapa malem begadang (dan iya, gue alergi segala jenis parasetamol). Ditambah lagi, kram perut dari mentruasi yang juga bikin gue lemes karena kekurangan darah.

apakah aku punya pilihan lain
Itulah sebabnya gue bisa menulis ini di tengah hari Selasa kayak sekarang, karena gue di tahan seluruhh rumah untuk tidak kembali ke Depok!!!

Jadi akhirnya, setelah sebulan penuh kerja lembur bagai orang Israel di Tanah Mesir, gue punya waktu luang untuk berbaring dan berpikir.

Dan ketika gue diam, otak gue lagi-lagi mencuri kesempatan buat panik.

Aku di luar (substitusikan teh dengan obat-obatan herbal)

versus


Isi kepalaku.

Aduh gue cinta banget sama kermit memes.

Lebih daripada gelisah takut IKM Muda, gue juga gelisah soal akademis gue. Kayak, meskipun menurut kating "Sans aja" karena "yaelah semester satu", gue sudah pernah melakukan ini waktu SMA dan gue betulan "sans aja" sampai "semester enam", anj--*inserts umpatan*! Dan itu membuat hidup gue miserable seperti sekarang!1!! Dan aku gapunya waktu untuk miserable lagi beban negara ini ada pada generasi muda!!1!!

GAIS TOLONG AKU INI BODOH I NEED TIME TO PROCEED SOMETHING. AKU BUKAN MARTIN YANG BENGONG DI KELAS TAPI BISA SEMUA PELAJARAN SAMPE DOSENNYA MERASA NGGA PERLU NGAJAR LAGI!!! AKU BUKAN LARAS YANG MAGICALLY SOLVES ALL THINGS SEMBARI MEMENANGKAN TURNAMEN BASKET!!! AAAAAA

Meskipun gue tau gue seharusnya memprioritaskan kesehatan gue, gue selalu takut untuk ketinggalan sesuatu. I don't know when to stop. Semua orang pintar dari sananya PLUS AMBIS. Mama gue bilang, seharusnya gue bisa excels in math and physics kalau gue betulan sehat, tapi



Tapi gue tidak sehat, pun gue belajar dengan cara diajarin. Tapi dosen gue bahkan tidak capable untuk tidak mengejar-ngejar UFO di waktu luang membuat gue mengerti hal sesederhana limit kontinuitas. Tapi bahkan gue nggak bisa melihat dengan benar di kelas. Tapi gue nggak sebrilian atau sehebat yang dikira orang, atau setidaknya ya nggak lagi. It took me time and effort. So much time and effort gue nggak bakal sempet sakit. Tapi nyatanya gue terkapar dan bahkan nggak punya sisa energi untuk sekadar balik ke Depok... let alone pemulihan ya kan...

Halo klinik makara?!?!?



Comments

Popular Posts