Oneirataxia

Aku menyipitkan mata.

Oh, God. Thanks. Thanks

Tunggu. Jangan senang dulu. Mataku bisa saja berbohong. Aku bisa saja berdelusi. Ya, aku mendengar kabar yang sama, tapi bahkan... aku tidak yakin akan kejujuran telingaku sendiri.

Ini. Tidak. Nyata. 

"Ini pasti nggak nyata. Bohong. Hoax," aku mengernyit pada laptop yang terpampang di tempat tidurku. "Aku pasti luar menginginkannnya hingga menjadi delusional."

"There must be a fine line between imagination and reality," kata Zinnia cepat. 

"Aku oneirataxia," sahut Kyla yang biasanya tidak berbicara. "Aku, well, kamu—kita... oneirataxia. Zivskalania oneirataxia."

"Jadi?"

"Ya, itu tidak nyata. Ya, dia nyata. Kamu belum mengerti juga?" Zinnia berbalik dan jubahnya berkibar dramatis. Oh, aku yakin dia hanya mengambil minum. Kibasan jubahnya hanya untuk mengintimidasi.

Kami terdiam.

Kriuk-kriuk yang meriakkan hening terdengar dari Viola—yang langsung menampilkan wajah tanpa dosa saat kami mendelik ke arahnya? "Apa? Aku nggak ikut-ikutan!"

"Jadi?" Aku mengulang, cemas dan jengkel.

"Kita tidak akan pernah tahu," bisik Kyla. "Kita ini Hazel, Selena. Kita yang mengaburkan batas-batas antara turkois dan coklat. Kita ya, dan kita tidak."

"Terima saja," kata Zinnia, meneteskan cairan bening di botol minumnya untuk mensterilkan air di dalamnya. "Serap apa yang kau mau, terserah ia adalah nyata atau tidak."

Mhmm.

Aku nyaris kasihan melihat Zivska berdebat sendiri dengan Zivska-zivska yang lain dalam bahasa campur aduk. Atau tidak. Aku bahkan tidak yakin. Aku adalah Zivska. Mereka juga Zivska. Bagi kami, kami berdebat dengan orang lain. Bagi Zivska, kami adalah pendapat yang simpang siur bertindihan. Menyerpih-nyerpih.

Mungkin Zivska delusional. Aku tidak tahu apakah kami nyata tau tidak. Sekarang ya, namun sekarang juga tidak.

Atau mungkin, mungkin saja, aku sedang menginjakkan kaki pada realita kali ini.

Se. Mo. Ga.

Dan, oh ya. Mengenai hal yang aku ragukan kebenarannya:

Penulis stress yang kebingungan,
Selena Hallucigenia

Comments

Popular Posts