Aku masih kagum atas magis di ujung jemarimu yang membiarkan berjam-jam aku di sisimu meleleh dan lalu dalam detik hitungan waktu. Sepanjang setapakmu bunga layu semerbak bermekaran, dan mendadak dunia menjadi tempat yang lebih layak huni bagi orang-orang yang biasanya meragu.
Dengan kamu, melalui penatnya Ibukota pun indah jadinya. Lelampu gedung-gedung mengabur dan bersatu dengan kerlip matamu yang adalah representasi bintang-bintang, nyata dan dekat dalam jangkauan.
Bersama senyummu gerhana pun benderang jadinya, dan segala sesuatu mungkin bila dilakukan dengan kamu yang mendorongku menjadikan. Aku sudah melihat bagaimana jiwa-jiwa yang tersapu lisanmu kembali menemukan tujuan.
Entah tanganmu di bahuku, entah kerling matamu yang tertawa. Aku masih belum bisa menentukan, apa saja yang kamu lakukan sampai bisa mengkonversi samsara jadi nirwana?
Karena itu, aku harap aku bisa terus bersama-sama dengan kamu, setidaknya sampai aku bisa kembali merasa. Agar aku tahu cara menghargai hari-hari yang lewat, supaya paham aku cara menikmati derita. Biar semesta ini tidak lagi gila, kemudian aku jadi orang paling waras sedunia.
Comments
Post a Comment