Jaring Bala-bala: The Missing Brain Cells.
Halo namaku Jemi Sipil'18 anggota aktif IKM FTUI'18 dan ini adalah kondisi my last three brain cells di dalam kepalaku.
Mari haturkan sebuah hehe kepada meme di atas. Lucu ya. Emang lucu, sih. Sayangnya itu BENERAN terjadi di hidup gue sekarang dan otak gue ngga bisa disuruh ngapa-ngapain.
Apakah gue penuaan dini? Malfungsi pikiran? Kurang gizi?!?!?! Seriously, what is happening to me?
Kayak, gue tau gue sebenernya emang bego, tapi kenapa jadi bego banget gini tulung netijen aku jadi kayak remaja-remaja Indonesia Tanpa Pacaran di fesbuk yang suka ujug-ujug ngajak ta'aruf padahal kenal juga kagak dan bilang ayo-meniqa-jangan-khawatir-bila-kamu-masih-delapan-belas-tahun-dan-mari-bereproduksi-karena-kereta-jurusan-Tanah-Abang-Duri-Angke-di-jam-pulang-kerja-belum-cukup-penuh-dan-Indonesia-definitely-kekurangan-manusia.
HHHHHH. Setidaknya gue masih bisa sarkas. Oh tentu sarkas, karena aku belum sebodoh itu. Mohon jangan tersinggunk wahai pihak-pihak yang membaca ini, kalau kamu tersinggunk ya gapapa sih asal jangan marah sama aku.
Oke, tapi ini beneran. Gue baru masuk kuliah seminggu tapi gue bisa merasakan kematian massal pada sel-sel otak gue, apalagi saat gue belajar aljabar linear (yang untuk singkatnya, akan kita sebut alin). Apalagi kalkulus dua. Terus, di pelajaran MPKTA yang masuk-masuk ke pendidikan karakter, filsafat, dan Bahasa Indonesia terus gue bahkan nggak ngerti modulnya bilang apa. Sudah cukup buruk, tapi keadaan otak gue di lomba debat... yallah aku mau meninggal sajaaaa.
Di matkul alin, sejenis matkul yang sejauh ini hanya mempelajari matriks-matriks saja tapi versi terlalu rumitnya, gue kayak manusia Mesir kuno disuruh gambar hieroglif pake autocad. TIDAK MENGERTI HAMPI SAMA SEKALi. Maksudnya ya ngerti sih dikit-dikit tapi aku baru sampe Bojonggede temen-temen sekelasku udah sampe Britania Raya. Dan bukannya gue nggak berusaha belajar, for once in my life time gue pulang ke kosan siang-siang dan membuka binder untuk BELAJAR. Gue nggak pernah melakukan ini sebelumnya (baik bagian pulang ke kosan di siang hari maupun belajar tanpa dikejar apa-apa). Apa ini. Ini asing. Di mana aku. Siapa aku. Apa yang terjadi padaku.
Dan gue masih nggak ngerti.
Kelas kalkulus dua terus menerus menyuruh mahasiswa-mahasiswinya untuk, "yuk, diinget lagi di kalkulus satu---" dan gue panik. Panik banget dalam keadaan beku (karena K.204 dinginnya kayak reversed-neraka) karena... gue nggak ngerti. Gue sama sekali gatau dosennya ngomong apa dan itu makhluk apa dan kenapa dia bertengger di papan tulis. Kayak, nggak masuk logika gue gitu LHO MEREKA SEMUAAA beda sama pelajaran semacam dimensi tiga atau fisika mekanika yang benda-bendanya berwujud dan bisa dibayangin.
Gue nggak ngerti, sama misalnya... limit menuju tak hingga. Si variabel adalah bilangan yang sedekat mungkin pada ketidakterhinggaan tapi tidak menyentuh si ketakterhinggaan ini. Apasih maksudnya? Gimana pula maksudnya mendekat ketakterhinggaan karena dia kan ngga ada batasnya??? Kayak gue bayangin dua orang main kejar-kejaran, tapi orang yang dikejar nggak akan berhenti lari dan yang mengejar harus selalu deket banget dan semakin dekat dan semakin dekat tapi nggak nempel... padahal yang dikejar juga BERGERAK. Dan dia nggak terhingga. Sounds like ketuhanan dan konsep kekekalan which I also don't understand.
Kemudian MPKTA adalah suatu kemageran yang hakiki. Semua modulnya kayak buku PKn yang penuh dengan bullshit dan kayak... UI why ini zaman sekolah dan no one would ever menerapkan ini dalam kehidupan sehari-hari karena hidup sudah cukup susah bro. Belum lagi materi bahasa Indonesia-nya, the one I thought I will always excel at, yang kayak.... kamu. bicara. apa. stop ngomul jinc?! Oke kasar tapi sejauh ini belum berguna. Lihat review-ku empat bulan mendatang ok.
Yang paling parah adalah lomba debat.
Seumur hidup gue, gue nggak pernah bener-bener takut sama yang namanya public speaking. Oke, di umur gue yang belum dua tahun, gue adalah batita paling muda yang maju ke altar gereja saat natal dan melafalkan ayat alkitab yang gue hafal, di mana ada anak-anak berumur lima tahun yang masih nangis-nangis nggak mau maju. Gue pun pernah sekolah public speaking, memimpin rapat, pidato dan kata sambutan, dan beberapa kali memenangi lomba debat bertemakan ekonomi kelautan dan pangan tanpa kertas yang dikasih tau paginya, siangnya maju lomba (semua berkat kengomulan dan berkat Tuhan gaes).
Hal-hal di atas bukannya buat menyombongkan diri ya, tapi dijadikan tolak ukur aja sama apa yang terjadi dua hari lalu di mana gue SESEK NAPAS dan MAU MUNTAH, definisi tremor setremor-teremornya benda yang bisa berosilasi hanya untuk LATIHAN lomba debat, di depan hanya delapan orang lain, dengan kertas di tangan, dan melawan anak-anak Sipil lainnya. Kacau balau, gue sampe gabisa ngomong bahkan hanya untuk ke Tasya dan Ila di malam harinya padahal aku adalah kengomulan duniawi.
Where did all of you go, brain cells? Kenapa aku jadi beginiiiii.
Belum lagi soal hal-hal yang tadinya amat sangat gue nikmati sebelum gue memasuki dunia pertenikkan ini: membaca, menulis, dan main piano. Untuk main piano, okelah, gue emang pernah les selama empat belass tahun dan masih nggak bisa, but I sure enjoyed it a lot (and I no longer do). Membaca dan menulis.... damn, I used to do it every single day. Gue pernah bisa baca buku ribuan halaman dalam beberapa hari. Gue pernah menulis apapun jenis tulisannya: cerpen iya, novel iya, puisi iya, konten blog iya, surat ala-ala iya, lirik lagu iya.
Ke mana sih kemampuan itu... kalau memang karena nggak diasah, karena gue terlalu sibuk dengan dunia eksak dan memperluas koneksi, kenapa gue juga nggak excel di bidang itu: aljabar dan kalkulus dan fisika and all the shits I have to go through sebagai anak teknik?
Dan mendadak gue sadar semua yang Tuhan titipkan di tangan gue, dan telah menjadi identitas gue selama ini luruh begitu saja~ karena dunia adalah fana~ (dan tidak, kita tidak abadi karena gue bodoh dalam konsep keabadian, ketakterhinggaan, dan kekekalan). Padahal gue merasa hidup gue lebih padet dan sibuk, dan lebih banyak hal berguna yang gue lakukan juga.
Kalo dulu hidup gue seimbang karena gue melakukan dunia seni dan eksak dengan cukup baik, hidup gue sekarang juga seimbang kok. Karena gue menjalani hidup di dunia seni dan eksak dengan sama buruknya. Hehe.
Oke, udah dulu ngomulnya. Maaf ngeluh dan menebarkan energi negatif (siapatau aku jadi kation karena elektronnya aku keluarin. HEHE IYA TAU NGGAK GITU BAMBAAANK. Aku mengeluh untuk menguraikan benang kusut di kepalaku karena sekarang yang bertahan di sana tinggal tiga sel otak dan gue harus membantu mereka sebelum mereka ikut pensiun dini). Hibur aku dan doakan aku. Aku mau belajar kalkulus, dadaaah.
![]() |
btw, gue baru tau meeka yang ada di sticker line ini adalah koriya-koriyaan. |
Mari haturkan sebuah hehe kepada meme di atas. Lucu ya. Emang lucu, sih. Sayangnya itu BENERAN terjadi di hidup gue sekarang dan otak gue ngga bisa disuruh ngapa-ngapain.
Apakah gue penuaan dini? Malfungsi pikiran? Kurang gizi?!?!?! Seriously, what is happening to me?
Kayak, gue tau gue sebenernya emang bego, tapi kenapa jadi bego banget gini tulung netijen aku jadi kayak remaja-remaja Indonesia Tanpa Pacaran di fesbuk yang suka ujug-ujug ngajak ta'aruf padahal kenal juga kagak dan bilang ayo-meniqa-jangan-khawatir-bila-kamu-masih-delapan-belas-tahun-dan-mari-bereproduksi-karena-kereta-jurusan-Tanah-Abang-Duri-Angke-di-jam-pulang-kerja-belum-cukup-penuh-dan-Indonesia-definitely-kekurangan-manusia.
HHHHHH. Setidaknya gue masih bisa sarkas. Oh tentu sarkas, karena aku belum sebodoh itu. Mohon jangan tersinggunk wahai pihak-pihak yang membaca ini, kalau kamu tersinggunk ya gapapa sih asal jangan marah sama aku.
Oke, tapi ini beneran. Gue baru masuk kuliah seminggu tapi gue bisa merasakan kematian massal pada sel-sel otak gue, apalagi saat gue belajar aljabar linear (yang untuk singkatnya, akan kita sebut alin). Apalagi kalkulus dua. Terus, di pelajaran MPKTA yang masuk-masuk ke pendidikan karakter, filsafat, dan Bahasa Indonesia terus gue bahkan nggak ngerti modulnya bilang apa. Sudah cukup buruk, tapi keadaan otak gue di lomba debat... yallah aku mau meninggal sajaaaa.
Di matkul alin, sejenis matkul yang sejauh ini hanya mempelajari matriks-matriks saja tapi versi terlalu rumitnya, gue kayak manusia Mesir kuno disuruh gambar hieroglif pake autocad. TIDAK MENGERTI HAMPI SAMA SEKALi. Maksudnya ya ngerti sih dikit-dikit tapi aku baru sampe Bojonggede temen-temen sekelasku udah sampe Britania Raya. Dan bukannya gue nggak berusaha belajar, for once in my life time gue pulang ke kosan siang-siang dan membuka binder untuk BELAJAR. Gue nggak pernah melakukan ini sebelumnya (baik bagian pulang ke kosan di siang hari maupun belajar tanpa dikejar apa-apa). Apa ini. Ini asing. Di mana aku. Siapa aku. Apa yang terjadi padaku.
Dan gue masih nggak ngerti.
![]() |
yuk mari~~~ |
Kelas kalkulus dua terus menerus menyuruh mahasiswa-mahasiswinya untuk, "yuk, diinget lagi di kalkulus satu---" dan gue panik. Panik banget dalam keadaan beku (karena K.204 dinginnya kayak reversed-neraka) karena... gue nggak ngerti. Gue sama sekali gatau dosennya ngomong apa dan itu makhluk apa dan kenapa dia bertengger di papan tulis. Kayak, nggak masuk logika gue gitu LHO MEREKA SEMUAAA beda sama pelajaran semacam dimensi tiga atau fisika mekanika yang benda-bendanya berwujud dan bisa dibayangin.
Gue nggak ngerti, sama misalnya... limit menuju tak hingga. Si variabel adalah bilangan yang sedekat mungkin pada ketidakterhinggaan tapi tidak menyentuh si ketakterhinggaan ini. Apasih maksudnya? Gimana pula maksudnya mendekat ketakterhinggaan karena dia kan ngga ada batasnya??? Kayak gue bayangin dua orang main kejar-kejaran, tapi orang yang dikejar nggak akan berhenti lari dan yang mengejar harus selalu deket banget dan semakin dekat dan semakin dekat tapi nggak nempel... padahal yang dikejar juga BERGERAK. Dan dia nggak terhingga. Sounds like ketuhanan dan konsep kekekalan which I also don't understand.
![]() |
Oke sampe sini, kalian masih ngerti gak sih gue ngomong apa? Gue mulai nggak ngerti soalnya. |
Kemudian MPKTA adalah suatu kemageran yang hakiki. Semua modulnya kayak buku PKn yang penuh dengan bullshit dan kayak... UI why ini zaman sekolah dan no one would ever menerapkan ini dalam kehidupan sehari-hari karena hidup sudah cukup susah bro. Belum lagi materi bahasa Indonesia-nya, the one I thought I will always excel at, yang kayak.... kamu. bicara. apa. stop ngomul jinc?! Oke kasar tapi sejauh ini belum berguna. Lihat review-ku empat bulan mendatang ok.
Yang paling parah adalah lomba debat.
Seumur hidup gue, gue nggak pernah bener-bener takut sama yang namanya public speaking. Oke, di umur gue yang belum dua tahun, gue adalah batita paling muda yang maju ke altar gereja saat natal dan melafalkan ayat alkitab yang gue hafal, di mana ada anak-anak berumur lima tahun yang masih nangis-nangis nggak mau maju. Gue pun pernah sekolah public speaking, memimpin rapat, pidato dan kata sambutan, dan beberapa kali memenangi lomba debat bertemakan ekonomi kelautan dan pangan tanpa kertas yang dikasih tau paginya, siangnya maju lomba (semua berkat kengomulan dan berkat Tuhan gaes).
Hal-hal di atas bukannya buat menyombongkan diri ya, tapi dijadikan tolak ukur aja sama apa yang terjadi dua hari lalu di mana gue SESEK NAPAS dan MAU MUNTAH, definisi tremor setremor-teremornya benda yang bisa berosilasi hanya untuk LATIHAN lomba debat, di depan hanya delapan orang lain, dengan kertas di tangan, dan melawan anak-anak Sipil lainnya. Kacau balau, gue sampe gabisa ngomong bahkan hanya untuk ke Tasya dan Ila di malam harinya padahal aku adalah kengomulan duniawi.
Where did all of you go, brain cells? Kenapa aku jadi beginiiiii.
Belum lagi soal hal-hal yang tadinya amat sangat gue nikmati sebelum gue memasuki dunia pertenikkan ini: membaca, menulis, dan main piano. Untuk main piano, okelah, gue emang pernah les selama empat belass tahun dan masih nggak bisa, but I sure enjoyed it a lot (and I no longer do). Membaca dan menulis.... damn, I used to do it every single day. Gue pernah bisa baca buku ribuan halaman dalam beberapa hari. Gue pernah menulis apapun jenis tulisannya: cerpen iya, novel iya, puisi iya, konten blog iya, surat ala-ala iya, lirik lagu iya.
Ke mana sih kemampuan itu... kalau memang karena nggak diasah, karena gue terlalu sibuk dengan dunia eksak dan memperluas koneksi, kenapa gue juga nggak excel di bidang itu: aljabar dan kalkulus dan fisika and all the shits I have to go through sebagai anak teknik?
Dan mendadak gue sadar semua yang Tuhan titipkan di tangan gue, dan telah menjadi identitas gue selama ini luruh begitu saja~ karena dunia adalah fana~ (dan tidak, kita tidak abadi karena gue bodoh dalam konsep keabadian, ketakterhinggaan, dan kekekalan). Padahal gue merasa hidup gue lebih padet dan sibuk, dan lebih banyak hal berguna yang gue lakukan juga.
Kalo dulu hidup gue seimbang karena gue melakukan dunia seni dan eksak dengan cukup baik, hidup gue sekarang juga seimbang kok. Karena gue menjalani hidup di dunia seni dan eksak dengan sama buruknya. Hehe.
![]() |
Sisi eksak dan seniku yang saling menakuti satu sama lain dan ended up cancelling out each other. |
Oke, udah dulu ngomulnya. Maaf ngeluh dan menebarkan energi negatif (siapatau aku jadi kation karena elektronnya aku keluarin. HEHE IYA TAU NGGAK GITU BAMBAAANK. Aku mengeluh untuk menguraikan benang kusut di kepalaku karena sekarang yang bertahan di sana tinggal tiga sel otak dan gue harus membantu mereka sebelum mereka ikut pensiun dini). Hibur aku dan doakan aku. Aku mau belajar kalkulus, dadaaah.
Kewl n cute blognya kak
ReplyDeleteHAHHAHAAHA makasi lho
Delete